Apakah Status Hak Pada Sertifikat Tanah Bapak/Ibu sudah Hak Milik ? atau masih Hak Guna Bangunan (HGB) ? atau bahkan belum bersertifikat (masih Girik) ?
Status tanah penting untuk dipahami agar tidak salah saat hendak membeli properti, baik itu untuk sepetak tanah kosong, rumah, ataupun apartemen. Tidak sedikit orang yang tertipu atau tidak puas atas hasil pembelian tanahnya. Hal tersebut terjadi salah satunya karena ketidakpahaman mereka atas status tanah.
Status kepemilikan tanah menjadi bukti tertulis yang mendapatkan pengakuan hukum. Keseluruhan hak atas tanah dibukukan dalam bentuk Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Berikut ini beberapa jenis status kepemilikan tanah yang sering digunakan, diantaranya:
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Hak milik merupakan hak individual primer yang bersifat perdata, terkuat, dan terpenuh yang bisa dimiliki turun-temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya. Di atas tanah tersebut bisa dibebani hak sekunder yang lebih rendah, seperti : HGB, HGU, HP, dan Hak Sewa.
SHM dapat dipindahtangan melalui mekanisme jual-beli yang riwayatnya selalu tercatat dalam lembar SHM. SHM dapat dijadikan jaminan hutang sebagai sarana pembiayaan dengan dibebani hak tanggungan. Nilai tanah dengan SHM lebih tinggi dibanding SHGB. SHM dapat dihapus apabila tanah tersebut jatuh ke tangan Negara karena pencabutan hak, penyerahan sukarela oleh pemiliknya, tanah tersebut ditelantarkan dalam jangka waktu tertentu, atau tanah tersebut musnah karena bencana alam.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
HGB merupakan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dalam jangka waktu maksimum 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Jika sudah lewat masanya, pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun lagi (tergantung kebijakan Pemerintah). HGB dapat dipindahtangankan. SHGB hanya bisa didapatkan oleh WNI dan perusahaan yang didirikan di bawah hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Status HGB dalam sertifikat dapat ditingkatkan menjadi HM sesuai ketentuan yang berlaku. SHGB juga dapat menjadi jaminan kepada pihak ketiga dan dapat digunakan dalam penyertaan modal. HGB dapat dicabut jika tanah tersebut dibutuhkan untuk pembangunan kepentingan umum.
3. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)
Hak yang diberikan hanya kepada Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia untuk mengusahakan tanah yang dikontrol langsung oleh negara untuk waktu tertentu. Pada umumnya, tanah tersebut merupakan tanah negara yang digunakan sebagai hutan tanaman industri, perkebunan, perikanan, atau pertanian. HGU hanya dapat diberikan atas tanah seluas minimum 5 ha, dengan catatan jika tanah yang bersangkutan lebih luas dari 25 ha, maka investasi Sistem Penguasaan Tanah dan Konflik serta pengelolaan usaha secara baik akan diberlakukan. HGU bisa dipindahtangankan. Jangka waktu HGU maksimum 25 tahun. HGU dapat dijadikan kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungan (security title).
4. Sertifikat Hak Pakai (HP)
Hak Pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki individu lain yang memberi pemangku hak wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan di dalam perjanjian pemberian hak. Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, atau selama tanah dipakai untuk tujuan tertentu, dengan gratis, atau untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan tertentu. Selain diberikan kepada WNI, hak pakai dapat diberikan kepada WNA yang tinggal di Indonesia. Selain itu, Hak Pakai juga bisa diberikan kepada instansi atas tanah negara, tanah hak pengelolaan serta tanah milik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dapat dipindah tangankan jika mendapat izin dari pejabat yang berwenang.
5. Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHSRS)
SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal/ rumah susun/ apartemen yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama ini digunakan sebagai dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang menjadi objek kepemilikan di luar unit, seperti : taman, tempat parkir, sampai area lobi. Perpanjangan SHSRS dan SHGB atas tanah dapat dilakukan oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang dibentuk oleh developer selambat-lambatnya 1 tahun sejak penyerahan unit.
6. Tanah Girik
Tanah ini merupakan tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau disertifikasi pada Badan Pertanahan setempat. Girik bukan tanda bukti atas kepemilikan tanah, melainkan bukti bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak (PBB) dan pengelola tanah milik adat atas bidang tanah tersebut serta bangunan di atasnya. Girik tidak dapat disamakan dengan sertifikat hak atas tanah seperti yang ada sekarang. Jadi jika Bapak/Ibu membeli tanah yang hanya dilengkapi surat girik, artinya belum ada kepastian hukum yang kuat kalau Bapak/Ibu merupakan pemiliknya. Umumnya, penguasa lahan dengan surat girik mendapatkannya dari warisan atau keluarga, walau ada juga yang melalui proses jual beli tanah girik. Tidak heran, surat yang memuat luas tanah, nomor, dan nama pemiliknya ini biasanya hanya disertai dengan Akta Jual Beli (bagi pembeli) atau Surat Waris.
Keenam jenis Hak Atas Tanah di atas adalah jenis-jenis hak yang sering kita dengar dalam dunia properti. Walaupun sebenarnya masih ada beberapa jenis Hak Atas Tanah (seperti : Hak Sewa, dll).
Dengan mengetahui Hak-Hak Atas Tanah tersebut diharapkan Bapak/Ibu semakin mengetahui kegunaan dan resiko dari masing-masing Hak atas Tanah tersebut. Sehingga, diharapkan Bapak/Ibu tidak salah langkah dalam melakukan transaksi properti.
Untuk mengetahui lebih lanjut terkait pengertian, kegunaan dan resiko Status Hak Atas Tanah yang sering kita temukan dalam dunia properti, mari dengarkan penjelasan langsung dari Bapak Aloysius berikut ini : Watch Now
Hubungi Kami terlebih dahulu, dan Kami akan membuatkan janji untuk Anda.
Senin-Jumat : 08.30 - 17.00 WIB
Sabtu-Minggu : Tutup